B.Kehidupan Negara Negara Kerajaan Hindu
Buddha di Indonesia
Lahirnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha
merupakan salah satu perubahan yang penting dengan masuknya pengaruh tradisi
Hindu-Buddha di Indonesia. Kerajaan-kerajaan itu antara lain Kerajaan Kutai,
Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Mataram Lama (Berpusat di
Jawa Tengah), Kerajaan Mataram Lama (Berpusat di Jawa Timur), Kerajaan
Singhasari, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Sunda, dan Kerajaan di Bali.
Kerajaan Kutai terletak di dekat Sungai Mahakam,
Kalimantan Timur. Keberadaan kerajaan ini dapat diketahui dari tujuh buah
prasasti (Yupa) yang ditemukan di Muarakaman, tepi Sungai Mahakam. Prasasti
yang berbentuk yupa itu menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta.
Kerajaan Tarumanegara.
Pulau Jawa memasuki catatan sejarah sejak abad ke-2 Masehi. Dalam catatan India
yang ditulis pada awal abad ke-2, berjudul Mahaniddesa, sudah tercantum nama
Yawadwipa (Pulau Jawa). Claudius Ptolemeus, ahli geografi Yunani, menyebutkan
bahwa Pulau Labadiou ketika menguraikan daerah Asia Tenggara dalam bukunya
Geographike Hyphegesis, yang ditulisnya pada sekitar tahun 150 M. Sejak
pertengahan abad ke-3, catatan Cina sudah menyebut She-po (Jawa).
Kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar yang terletak di Sumatra
Selatan. Menurut para ahli, pusat Kerajaan Sriwijaya ada di Palembang dan
diperkirakan telah berdiri pada abad ke-7 M. Sumber sejarah kerajaan Sriwijaya
berupa prasasti dan berita Cina. Sumber yang berupa prasasti terdiri atas dua,
yaitu prasasti yang berasal dari dalam negeri dan prasasti yang berasal dari
luar negeri.
Kerajaan Mataram Kuno
(berpusat di Jawa Tengah). Sejarah Indonesia mengenal dua Kerajaan Mataram,
yaitu Mataram Kuno yang bercorak Hindu-Buddha dan Mataram Islam yang merupakan
cikal bakal Kesultanan Yogyakarta dan Surakarta. Kedua kerajaan itu berbeda
dalam hal agama dan dinasti, namun kedua-duanya berkembang pada daerah yang sama
yaitu di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Kerajaan Singhasari.
Sumber-sumber yang menyebutkan tentang kerajaan Singhasari antara lain prasasti
Mulamalurung. Prasasti ini dikeluarkan oleh Wisnu Wardhana raja Singhasari yang
isinya menyebutkan pemberian hadiah desa Dandea Malurung oleh Wisnu Wardhana
kepada Pranaraja.
Kerajaan Majapahit.
Berbicara tentang Kerajaan Majapahit berarti berbicara tetang sebuah puncak
kejayaan dari peradaban Hindu-Buddha yang pernah hidup di Indonesia. Kerajaan
Majapahit disebut sebagai kerajaan nasional Indonesia yang ke dua. Hal tersebut
disebabkan oleh upaya yang besar dari kerajaan ini untuk mewujudkan suatu
cita-cita yaitu penyatuan Nusantara. Dalam perjalanan Sejarah, upaya integrasi
wilayah kepulauan Nusantara memang tidak sepenuhnya berlangsung dengan mulus
dan dilakukakan dengan cara Ksatria. Peristiwa bubat yang disusul dengan
perpecahan internal didalam tubuh majapahit sendiri menyebabkan cita-cita
penyatuan tidak sepenuhnya dapat dilakukan.
Kerajaan Sunda. Berita tentang kerajaan Hindu-Buddha di Jawa Barat setelah
kerajaan Tarumanegara terdapat dalam naskah Carita Parahyangan, sebuah sumber
berbahasa Sunda Kuno yang ditulis sekitar abad ke-19. Kerajaan Sunda yang
berada di Jawa Barat dan Jawa Tengah bagian barat merupakan kerajaan yang
bercorak Hindu cukup kuat dan sedikit menerima pengaruh Buddha.
Kerajaan Bali. Nama Bali sudah lama dikenal dalam beberapa sumber kuno.
Dalam berita Cina abad ke-7 disebut adanya nama daerah yang bernama Dwapa-tan,
yang terletak di sebelah timur Kerajaan Holing (Jawa). Menurut para ahli nama
Dwa-pa-tan ini sama dengan Bali. Adat istiadat penduduk Dwapa-tan ini sama
dengan di Holing, yaitu setiap bulan padi sudah dipetik, penduduknya menulis
dengan daun lontar, orang yang meninggal dihiasi dengan emas, dan ke dalam
mulutnya dimasukkan sepotong emas serta diberi harumharuman, kemudian mayat itu
dibakar.
Sistem dan Struktur
Sosial Masyarakat pada Masa Kerajaan kerajaan Hindu-Buddha
Pada masa kerajaan Hindu-Buddha, sistem dan struktur
sosial masyarakat Indonesia mulai dikenal. Sesuai dengan stratifikasi sosial
Hindu, masyarakat terbagi ke dalam kelas-kelas sosial yaitu kelas Brahmana, Ksatria,
Waisya, dan Sudra. Tetapi klasifikasi itu tidak ketat seperti di India. Kelas
Brahmana merupakan kasta tertinggi. Mereka adalah orang-orang yang ahli dalam
keagamaan. Kasta kedua adalah kelas Ksatria, yaitu kaum bangsawan, para raja
beserta keluarganya. Kasta ketiga adalah kelas Waisya, yang terdiri atas kaum
pedagang. Sedangkan kelas yang paling rendah adalah Sudra, yang termasuk dalam
kelas ini adalah para petani dan kaum buruh.
Masyarakat pada kerajaan-kerajaan
Hindu-Buddha di Indonesia, selain mendapat penggolongan berdasarkan agama,
dibagi juga berdasarkan golongan elite dan golongan rakyat biasa. Adapun yang
termasuk golongan elite adalah raja dan keluarganya beserta aparat
pemerintahannya. Golongan ini tinggal di ibu kota kerajaan. Sedangkan yang
termasuk rakyat biasa adalah mereka yang berada di luar golongan elite dan
biasanya mereka tersebar di daerah daerah yang menjadi daerah kekuasaan
kerajaan. Mereka yang bukan penganut agama Hindu maupun Buddha, dan masih
memeluk kepercayaan leluhur nenek moyang mereka. Pada kerajaan-kerajaan
tertentu tidak dimasukkan ke dalam kelompok kasta. Kelompok seperti ini ada,
terutama pada kerajaan-kerajaan Hindu tertua seperti Kerajaan Kutai dan
Tarumanegara. Pada kerajaan tua ini diperkirakan agama Hindu-Buddha masih
banyak dianut oleh kalangan atas, sedangkan kalangan bawah belum tersentuh
banyak oleh pengaruh India (Hindu-Buddha). Sumber Fa-hsien menyebutkan bahwa di
kerajaan Tarumanegara terdapat kelompok masyarakat yang beragama kotor. Ada
sebagian ahli yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan agama kotor yaitu
agama penduduk asli masyarakat setempat yang belum dipengaruhi oleh budaya
India.
Letak kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha
di Indonesia sebagian besar berada di pedalaman. Letak kerajaan yang demikian
mengakibatkan kehidupan masyarakat lebih banyak berpijak pada kehidupan
agraris. Oleh sebab itu, sebagian terbesar kehidupan sosial masyarakatnya
merupakan masyarakat petani. Pertanian yang dilakukan, baik pertanian dalam
bentuk pembuatan sawah maupun perkebunan, terutama menanam buah dan
sayur-sayuran. Dalam beberapa prasasti atau sumber lainnya tentang kerajaan
Hindu-Buddha, terdapat informasi tentang pertanian. Prasasti Tugu dari kerajaan
Tarumanagara menyebutkan tentang pembuatan saluran oleh raja Tarumanegara, yang
berfungsi untuk mengairi pesawahan penduduk. Pertanian menjadi salah satu
sumber pendapatan negara, sehingga menjadi pusat perhatian kerajaan. Di Mataram
ada pejabat khusus yang menangani masalah pertanian yaitu huluair, petugas yang
mengurus masalah pengairan di desa. Selain itu, ada pula petugas di desa yang
mengurusi masalah persediaan beras atau padi yaitu hulu wras. Di Bali pada masa
kekuasaan setelah Udayana, penduduknya disebut karamandan thani. Sebutan ini
berkaitan dengan sebagian besar kehidupan penduduk Bali pada masa itu dari
pertanian. Begitu pula cara pertanian yang dilakukan masyarakat Sunda yaitu
dengan cara ngahumayaitu menanam padi tidak di sawah tetapi di kebun, atau
lahan yang tidak digenangi air seperti halnya sawah. Di dalam naskah Siksakanda
ng Karesianterdapat kata- kata yang berhubungan dengan alat-alat pertanian
seperti kujang, patik, baliung, koreddansadap.
Selain pertanian sawah, masyarakat
Indonesia pada masa kerajaan Hindu Buddha sudah pula bertani tanam-tanaman dan
buah-buahan. Beberapa tanam tanaman yang sudah dikenal yaitu nyuatau
tirisan(kelapa), pring(bambu), hano(enau), kamiri(kemiri), kapulaga(kapulaga),
kusumbha(kesumba), tals(talas), bawang bang(bawang merah), pipakan(jahe),
Mulaphala (umbi-umbi lainnya, wortel), hartak(kacang hijau), pucang(pinang),
jeruk (jeruk),lunak ataucamalagi(asam), pisangatau byu(pisang), sarwaphala
(buah-bauhan),sarwawija(padi-padian), kapas(kapas),kapir(kapuk randu),
damar(damar) dan lain-lain. Selain bertani, terdapat pula kelompok masyarakat
yang bekerja dalam berbagai bidang, seperti peternak, pemburu, pedagang,
pelaut, penangkap ikan, pengrajin, pekerja seni dan pekerja-pekerja lainnya.
Peternakan sapi diperkirakan sudah ada pada masa kerajaan Kutai dan
Tarumanegara karena dalam beberapa prasasti disebutkan mengenai persembahan
sapi yang jumlahnya ribuan oleh raja untuk golongan Brahmana. Salah satu
prasasti Yupa menyebutkan bahwa Raja Mulawarman telah mengadakan upacara korban
emas dan telah menghadiahkan sebanyak 20.000 ekor sapi untuk golongan Brahmana.
Sedangkan dalam prasasti Tugu di Kerajaan Tarumanegara menyebutkan bahwa Raja
Purnawarman menghadiahkan seribu ekor sapi untuk kaum Brahmana dalam upacara
selamatan pembuatan sungai Gomati. Di kerajaan-kerajaan Bali, terdapat petugas
khusus yang berurusan dengan peternakan. Pejabat tersebut
bernamaTuhan-jawa(ketua ternak bersayap). Jenis-jenis ternak yang dipelihara
oleh rakyat yaitu itik, wdus(kambing), lembu(sapi), kboataukarambo
(kerbau),asu(anjing),jaran atauasba(kuda), hayam(ayam), manuk(ayam jantan).
Kehidupan maritim ada pada
kerajaan-kerajaan yang berbentuk kerajaan maritim seperti Sriwijaya. Kerajaan
ini merupakan kerajaan besar yang kehidupan perekonomiannya tergantung pada
lalu lintas di lautan. Selain Sriwijaya, Kerajaan Sunda memiliki juga pelabuhan
yang penting, seperti pelabuhan Sunda Kelapa. Melalui pelabuhan ini, ibu kota
kerajaan yang ada di pedalaman dapat berhubungan dengan pihak luar.
Struktur Birokrasi antara
Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Berbagai Daerah
Struktur birokrasi kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di
Indonesia biasanya diatur berdasarkan kerajaan pusat-daerah dan pusatvasal
(bawahan). Hubungan antara va al dengan kerajaan pusat terbentuk karena adanya
upaya penaklukan. Kerajaan vaal wajib memberikan upeti kepada kerajaan pusat.
Kedudukan raja sangat sentral dalam
pemerintahan karena adanya kepercayaan bahwa raja adalah wakil dewa di muka
bumi. Pandangan ini membuat posisi raja menjadi sangat sakral. Apabila raja
meninggal yang berhak menggantikannya adalah anak laki-laki pertama dari
permaisurinya. Untuk menjalankan roda pemerintahannya raja dibantu oleh
pejabat-pejabat yang membentuk birokrasi pemerintahan. Kedudukan raja di
kerajaan Mataram berkaitan dengan unsur kosmologi. Manusia adalah mikrokosmos
dan jagad raya adalah makrokosmos. Dalam konsepsi Hindu-Buddha, hubungan antara
manusia dengan jagad raya adalah hubungan kesejajaran antara makrokosmos dan
mikrokosmos. Menurut kepercayaan ini, manusia senantiasa berada di bawah
pengaruh tenaga-tenaga yang bersumber pada penjuru mata angin, bintang-bintang,
dan planet-planet.
Tenaga-tenaga ini mungkin
menghasilkan kesejahteraan atau kehancuran, sehingga manusia harus dapat menyesuaikan
kehidupan dan kegiatan mereka dengan jagad raya. Kerajaan adalah gambaran
sebuah jagad raya dalam bentuk kecil. Penguasa makrokosmos adalah dewa,
sedangkan penguasa mikrokosmos adalah raja, sehingga lahirlah konsep dewa-raja.
Raja adalah wakil dewa di muka bumi, kedudukannya dianggap sebagai titisan dari
dewa. Hubungan antara raja dan rakyat membentuk struktur yang patrimonial.
Dalam hubungan ini tercipta hubungan kawula-gusti.Rakyat lebih banyak melakukan
kewajibannya.
Terdapat perbedaan penting mengenai
struktur pemerintahan pada kerajaan agraris dan kerajaan maritim. Pada kerajaan
maritim seperti Sriwijaya, raja mengawasi langsung pada daerah-daerah yang
menjadi pusat-pusat perdagangan. agar tidak ada gangguan terhadap aktivitas
perdagangan. Selain itu, raja mengangkat para syahbandaryang mengurusi
kegiatan-kegiatan di pelabuhan, sedangkan pada kerajaan agraris, raja tidak
melakukan pengawasan langsung kepada kekuasaan-kekuasaan di daerah. Raja
mengangkat para pejabat yang berkuasa di daerah-daerah. Di kerajaan Mataram,
yang menjadi pejabat pusat kerajaan adalah para putra raja dan pejabat-pejabat
tertentu yang diangkat oleh raja.
Putra-putra raja Mataram yang
menjabat, mendapat gelar rakarayan mapatih i hino, rakarayan i halu, rakarayan
i sirikin, danwka. Pejabat pusat yang setingkat dengan putra raja yaitu pamgat
tiruan.Pejabat pusat yang kedudukannya di bawah kelima pejabat tersebut di
atas, bergelar rake halaran, rake pangilhyan, rake wlahan, pamgat manhuri, rake
lanka, rake tanjung, pankur, tawan/hahanan, tirip, pamgat wadihatidan pamgat
makudur. Belum ditemukan secara pasti tugas masing-masing pejabat, dalam
prasasti-prasasti yang ada. Hanya diperkirakan pamgat wadihati dan pamgat
makudur bertugas sebagai pemimpin upacara pada saat penetapan sima. Sima adalah
suatu wilayah yang akan dijadikan daerah sumber pandapatan pajak kerajaan.
Pankur, tawan dan tirip bertugas mengurusi pajak yang masuk ke kas kerajaan.
Di kerajaan Bali, terdapat suatu
Badan Penasihat Pusat yang disebut pakira-kira I jero makabehan. Badan yang
berkedudukan di pusat ini beranggotakan beberapa orang Senapati serta pendeta
Siwa dan Buddha. Selain pejabat Senapati, terdapat pula pejabat lainnya seperti
Samgat ser Krangan, Samgat ser Kahyangan, Samgat Nayakan Buru, Samgat Caksu Wsi,
Samgat Taji, Nayakan jawa, dan sebagainya. Kata serartinya kepala ataupimpinan,
kraganberarti orang yang tidak mempunyai turunan, caksu berartimataatau
pengawas, tajiberhubungan dengan sambung ayam, sedangkanser khayangan berarti
pemimpinatau pengawas bangunan suci.
Para pendeta di Bali masuk dalam
struktur birokrasi kerajaan. Pejabat agama ini memiliki tugas berkaitan dengan
pelaksanaan upacara keagamaan dan terdiri atas dua bagian yaitu untuk agama
Siwa bergelar Dharmmadhyaksa ring Kasaiwan, sedangkan untuk golongan Buddha
bernama Dharmmadhyaksa ring Kasogatan.
Kerajaan Sunda memiliki struktur
birokrasi pemerintahan yang terpusat pada raja, raja adalah penguasa tertinggi
di pusat. Raja dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari dibantu oleh mangkubumi
yang membawahi beberapa orangnu nanganan. Di samping itu terdapat putra mahkota
yang akan menggantikan kedudukan raja, jika raja mengundurkan diri atau
meninggal dunia. Raja dibantu oleh beberapa orang raja yang berada di
daerah, untukmengurus daerah-daerah yang luas. Raja-raja daerah ini adalah raja
yang merdeka dalam melakukan tugasnya sehari-hari, namun mereka tetap mengakui
Raja Sunda yang bertakhta di Pakuan
Pajajaran atau Dayo sebagai jungjungan mereka. Raja-raja daerah ini, dapat
menggantikan raja pusat apabila raja tidak memiliki pewaris. Di pelabuhan
diangkat syahbandar, untuk menangani masalah perniagaan. Kerajaan Majapahit
memiliki Bhattara Saptaprabhuatau Dewan Pertimbangan Kerajaan. Dewan ini
terdiri atas para sanak saudara raja dan bertugas memberikan pertimbangan
kepada raja. Di bawah raja Majapahit terdapat sejumlah raja-raja daerah (paduka
bhattara), yang masing-masing memerintah daerahnya sendiri. Biasanya orang yang
menjabat sebagai raja daerah adalah sanak saudara raja. Kerajaan daerah bertugas
mengumpulkan penghasilan kerajaan dan menyerahkan upeti kepada perbendaharaan
kerajaan, dan menjaga pertahanan wilayahnya. Para Bhattara ini melaksanakan
segala perintah raja, perintah ini diturunkan kepada pejabat yang disebut
Rakryan Mahamantri Kartini, jabatan ini biasanya dijabat oleh putra raja yang
terdiri atas tiga orang yaitu Rakryan Mahamantri I Hino, Rakryan Mahamantri I
Halu,dan Rakryan Mahamantri I Sirikan..Dari pejabat ini kemudian diturunkan
lagi kepada pejabat di bawahnya yaitu para Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, para
Dharmmadhyaksa, dan para Dharmma-uppatti. Rakryan Mantri ri Pakira-kiran adalah
sekolmpok pejabat tinggi yang merupakanDewan Menteri, dan berfungsi sebagai
Badan Pelaksana Pemerintahan. Biasanya badan ini terdiri atas lima orang
pejabat yaitu Rakryan Mahapatih atau Patih Hamamangkubhumi(Perdana Menteri atau
menteri utama),Rakryan Tumenggung, Rakryan Demung, Rakryan Rangga dan Rakyan
Kanuruhan. Dharmmadhyaksaadalah pejabat tinggi kerajaan yang bertugas
menjalankan juridiksi keagamaan. Ada dua Dharmmadhyaksayaitu Dharmmadhyaksa
ring Kasaiwanuntuk urusan agama Siwa, Dharmmadhyaksa ring Kasogatan untuk
urusan agama Buddha
E.Daftar
pustaka
By : Sri F,Rika Almaida dan M Alim'mudin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar